Ayo Bergabung!

Minggu, 24 September 2017

Seorang Ibu Mengungkap Ketidakakuratan VCT dan Penyalahgunaan ARV

Salah satu testimoni dari MS lover di grup MAHA STAR, yang secara tidak sengaja mengungkap fakta tentang tes VCT yang tidak valid dan berubah-ubah, juga efek samping dan penyalahgunaan ARV di masyarakat.
Berikut copy-paste dari grup (dengan perbaikan penulisan):

____________________________________________________
"Salam maha star ..
Tman2 smua saya di sini bukan bermaksud pro/kontra dengan arv, tpi saya di sini akan mnjlaskan sesuai dgn kenyataan pengalaman saya sendiri:

Saat hamil saya divonis positif HIV, dan saya dirujuk di pengobatan HIV, saya periksa ulang namun negatif, dan sya bersikukuh melawan, tapi pihak PKM memaksa saya melahirkan d RSU, setelah di RSU saya dimintai tanda tangan persetujuan tes HIV setelah OPERASI sya berusaha cepat sembuh agar anak saya tidak mendapat obat keras itu terlalu lama, saya di RS hanya 2 hari.
Saat saya pulang, saya meminta hasil tes HIV saya tapi semuanya tidak ada yg memberi jawaban pasti hingga saya pulang saja.

Kmudian saat kontrol tumbuh kembang anak, saya disuruh ambil obat ARV utk anak dan saya mengiyakan.
Setibanya saya di pengobatan khusus HIV, banyak org yg mengantri mengambil obat dan saya juga menunggu dan di sinilah saya menemukan fakta yg sangat mencengangkan. Rahasia besar tentang penyakit HIV langsung dr konselor dan pengguna ARV.

FAKTA 1
Karna saya sebelumnya bersikukuh saya tdk sakit, maka mereka hafal dg saya, dan saya saat itu berbincang dengan konselor X, 
saya: kok bisa hasil berbeda sedangkan jika positif mka akan positif
X: bisa jadi karena masa jndela, dan lab yg nakal.
Saya: lab yg nakal mksdnya gmna?
X: tes reagen yg bwat HIV bisa jdi sudah expired tpi tetep d pakai jd hasilnya tdk akurat
Saya: loh berarti alat pendeteksi HIV itu bsa expired, lab swasta yg mahal bayar sndri saja bs kamu katakan sperti itu apalagi alat yg di PKM yg gratisan dr pemerintah, ibarat lab yg sbg obt paten bsa dikatakan expired apalagi PKM yg diibaratkan hanya generik ??
X: (diam dan hanya tersenyum)

Kemudian sya bertanya lagi, 
Saya: maaf mas bukannya saya tdk percaya, namun saya pernah terkena salah vonis dr dokter mkanya dr pengalaman itu saya berhati2, jika memang saya sakit saya pasti akan minum obt agar smbuh, sperti anak saya, saya ambilkan obt utk pncegahan, lalu bagaimana CARA KITA MEMASTIKAN KITA TERJANGKIT VIRUS HIV/TIDAK?
X: jika kita sudah tervonis, maka yg paling baik kita tes PCR/VL jika tidak terdeteksi maka kita negatif, dan hasil bsa dibawa kesini jadi tidak perlu minum obat karena kita negatif 
(Dan dalam hati saya, ini yg menjebak, tes PCR itu hrganya 1'8 juta bukan harga yg murah bagi yg tidak punya, sedangkan mreka mengatakan klo tdak segera mnum maka tidak akan tertolong, maka dr sni banyak orang yg tertipu utk mengkonsumsi obat itu krna takut).

X: jika sudah VL, 6 bulan periksa lg, jika NR tunggu 6 bln berikutnya dan seterusnya krna jika pernah positif namun periksa lg negatif suatu saat psti positif krna virusnya bereplika/tdak trgntung antibodi kita.
Saya: berarti hsilnya ganti2 donk positif-negatif-positif-negatif kok seperti main-main, gak akurat
X: (hanya senyum)
Saya: kenapa dokter yg menangani di sini dokter penyakit dalam, bukan dokter HIV?
X: karena obat yg dikasih obat keras yg berhubungan dgn terganggunya organ dalam, maka itu diberikan dokter tersebut yg terbiasa menangani organ dalam, 
Saya: (dlam hati) berarti bukan menyembuhkan mlah merusak organ dalam donk, buktinya dokter yg menangani karena efek obt trsebut.

FAKTA 2
Bapak dgn pengguna ARV.

Saya: bpak positif?
Bapak: iya 
Saya: terkena dr apa, dan gejalanya apa?
Bapak: saya ml dgn PSK, pengguna narkotika dan gejalanya diare tanpa henti juga TBC
Mbaknya kena??
Saya: (kemudian sya crtakan)

Dan betapa terkejutnya saya mendengar jawaban selanjutnya 
Bapak: Konselor di sini itu juga positif mbak, saya sudah lama di sini, klo mbaknya gak sakit gak ada gejala berarti mbak gak sakit, alatnya yg salah, banyak kok yg begitu.
Katanya klo gak patuh minum obat, nanti resisten, gak fungsi, tapi ternyata aku minum gak sesuai aturan mbak selama ini, tapi gpp tuh.
Saya: terus bapak tau klo obtnya keras?
Bapak: tau
Saya: terus kenapa diambil dan dimnum?
Bapak: karena saya kecanduan, daripada saya beli shabu2 mahal saya ambil aja di sni, gratis, org saya minum obat ini sama kayak saya make, jadi kan enak.

Kemudian saya dipanggil untuk ambil obat, kemudian pulang, saya bersumpah ini tanpa rekayasa dan tanpa tambahan kata2 apapun.
Saya mengikuti aturan mereka mengiyakan dan kemudian bertanya sehingga mereka membeberkan seperti itu."
____________________________________________________________

berikut adalah bukti screenshoot dari testimoni dalam grup:

Dapat kita simpulkan,
Makin banyak bukti lapangan yang mengungkapkan bahwa tes VCT di PKM tidak akurat dengan menunjukan hasil positif-negatif tidak konsisten. 
Selain itu, ARV yang selama ini disubsidi pemerintah dan diberikan gratis pada ODHA masih disalahgunakan, bukannya merehabilitasi, tapi malah memfasilitasi pengguna narkotik untuk sakaw gratis.
Menurut penelitian, ARV golongan NNRTI mengandung benzodiazepin, zat narkotik yang memberikan efek sedatif atau penenang. 

Gue enggak kudet,
Bangkit bersama MAHA STAR

Kamis, 21 September 2017

ARV Effect #3: Peripheral Neuropathy


Neuropati adalah istilah umum yang digunakan untuk kondisi-kondisi yang terkait dengan kelainan pada fungsi saraf. Kata neuropati itu sendiri berarti gangguan saraf. Saraf-saraf yang ada di seluruh tubuh dapat mengalami gangguan akibat penyakit tertentu maupun cedera.
Peripehral Neuropathy atau dalam bahasa Indonesia, neuropati perifer adalah kondisi di mana terjadi gangguan atau kelainan saraf memengaruhi saraf di luar otak dan saraf tulang belakang. Dengan kata lain, neuropati perifer memengaruhi saraf-saraf pada anggota gerak, seperti lengan, tungkai, tangan, kaki, dan jari. Saraf-saraf ini adalah bagian dari sistem saraf perifer yang berfungsi menghantarkan sinyal dari dan ke otak. Jika saraf di bagian bahu, pinggul, paha, atau bokong yang mengalami gangguan, maka kondisi tersebut dikenal dengan istilah neuropati proksimal.

Gejala neuropati perifer yang berdampak pada fungsi motorik:

  • Kram otot dan kedutan.
  • Kelemahan atau kelumpuhan pada salah satu atau beberapa otot.
  • Sulit mengangkat kaki, sehingga mengalami kesukaran dalam berjalan.
  • Otot mengecil.


Gejala neuropati perifer yang berdampak pada fungsi sensorik:

  • Parestesia, yaitu sensasi kesemutan atau rasa seperti tertusuk-tusuk pada bagian yang mengalami gangguan.
  • Rasa perih dan menyengat, biasanya pada bagian kaki dan tungkai.
  • Baal dan menurunnya kemampuan untuk merasakan rasa sakit.
  • Pembengkakan kaki yang tidak dirasakan.
  • Perubahan suhu tubuh, terutama di bagian kaki.
  • Kehilangan keseimbangan atau koordinasi.
  • Merasakan sakit dari stimulasi yang seharusnya tidak menimbulkan rasa sakit sama sekali.


Penyebab dan Diagnosis Neuropati
Terdapat banyak hal yang bisa menyebabkan seseorang mengalami neuropati. Berikut ini adalah beberapa kondisi, cedera, dan infeksi yang bisa berakibat pada munculnya neuropati:
Trauma atau cedera, diabetes, Penyakit autoimun, infeksi patogen, tumor, obat-obatan, alkohol, dan racun.
Pada awal pemeriksaan, dokter akan menanyakan tentang gejala yang dirasakan dan riwayat kesehatan, serta melakukan pemeriksaan fisik untuk mencari tahu penyebab dan tingkat keparahannya.
Selain itu, pemeriksaan tambahan dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis dan penyebabnya. Salah satu pemeriksaan yang biasanya dilakukan adalah pemeriksaan darah, untuk mengetahui apakah ada kondisi medis tertentu yang menyebabkan terjadinya kerusakan saraf.
Untuk mengetahui apakah terdapat penekanan atau kerusakan pada saraf, dapat dilakukan pencitraan seperti foto Rontgen, CT scan, dan MRI.


Neuropati Akibat Antiretroviral (ARV)
Peripheral Neuropati (PN) dapat terjadi akibat efek samping jangka panjang dari penggunaan ARV terutama untuk ARV golongan NRTI seperti Zidovudine (AZT), didanosine (ddI), lamuvidine (3TC), dan stavudine (d4T) dimana efek neuropati, myupati dan asidosis laktat sering terjadi. Hal ini terjadi karena ARV golongan NRTI memberikan efek toksisitas pada jaringan. 
Dalam penelitian International AIDS Journal, ARV kelas NRTI menyebabkan kerusakan dan toksikasi mitokondria dalam sel sehingga gagal melakukan sintesis mtDNA, juga menyebabkan tubuh defisiensi asam amino acetyl-carnitin, dimana asam amino tersebut memegang peranan penting bagi metabolisme ada proses fisiologis syaraf perifer. Terjadinya toksikasi, disfungsi, dan defisiensi tersebut membuat ODHA terkena efek samping neuropati perifer.

Terapi Peripheral Neuropathy
Selain asupan nutrisi dan treatmen suplementasi, terapi fisik perlu dilakukan karena gangguan neuropati terjadi pada sistem syaraf dan gerak tubuh. Artinya anatomi tubuh yang terganggu harus terus dilatih. 
Suplementasi yang harus diperhatikan adalah asupan tambahan gizi pada bahan-bahan tertentu, seperti:
L-Carnitine: suplementasi L-carnitine terutama bagi mereka yang mengalami defisiensi karnitin akibat ARV golongan NRTI. karnitin bisa didapat dari produk daging, kacang-kacangan, atau produk susu.
Vitamin dan Mineral: Asupan vitamin, terutama vitamin B1, B12, dan vitamin E bermanfaat meringankan gejala nyeri pada neuropati perifer.
Terapi fisik: disarankan terapi fisik dan syaraf, anda bisa melakukan bekam dan olah raga ringan.

Lihat juga efek ARV lainnya:

Sumber:

Minggu, 10 September 2017

Zat Toksin dalam Daun Gamal

Ketika berbicara terapi herbal, maka yang muncul dalam pikiran adalah mengonsumsi hal-hal yang bersifat alami, dan kebanyakan akan tertuju pada dedaunan yang dimakan begitu saja.
Perlu diketahui, tidak semua tanaman yang dimakan alami atau mentah akan memberikan manfaat. Beberapa tanaman terdiri dari banyak senyawa organik aktif, ada yang bermanfaat, ada yang merugikan. 

Salah satu sebab suatu bahan alami menjadi merugikan karena adanya zat toksin yang diproduksi tumbuhan. Tumbuhan memproduksi zat toksin diantaranya sebagai perlindungan tumbuhan terhadap patogen (misalnya eksudat akar untuk mencegah infeksi nematoda dan jamur tanah), racun untuk herbovira seperti larva atau serangga dalam bentuk resin, enzim, getah, duri, dan lain-lain. bila termakan manusia, at toksin tanaman mengakibatkan berbagai efek pada manusia, seperti diare dan masalah pencernaan, penurunan tekanan darah, pusing, nyeri sendi, mati rasa, gatal-gatal pada kulit, ruam kulit, hingga efek fatal seperti colaps. berikut adalah daftar tanaman yang memproduksi toksin bagi manusia.

Biotoksin Tumbuhan Gamal
Gamal (Gliricidia sepium), biasa digunakan sebagai tanaman pagar, tanaman peneduh terutama bagi kopi, bahan pupuk kandang,  dan paling umum di Indonesia digunakan sebagai pakan hewan ternak seperti kambing karena cepat tumbuh setelah dipotong, sehingga dapat diandalkan sebagai pakan hewan saat musim kemarau.
Selain pakan hewan, gamal digunakan pula sebagai pestisida alami. Di Amerika Latin, gamal diblender dan dicairkan lalu diaplikasikan untuk mencegah serangan hama, dijadikan bahan bilas mandi ternak untuk mencegak kutu dan kumbang, dicampur dengan gabah untuk dibuat racun tikus, dan di Filipina dijadikan pembasmi hama tanah, spora jamur dan nematoda yang menyerang tanaman umbi.

Kata Gliricidia dalam nama ilmiah gamal diambil dari penyebutan daerah di Amerika tengah dimana tanaman ini berasal, dimana Gliricidia artinya "racun tikus", hal ini karena kandungan ekstrak gamal yang banyak digunakan sebagai toksin/racun di daerah asalnya. Pemanfaatan toksin atau racun gamal diambil dari daun dan bunga.

Bagaimana dengan hewan ternak yang makan daun ini? hewan ternak seperti kambing adalah hewan ruminansia, atau hewan yang memamah biak, yang menyerap nutrisi dari tanaman dengan melalui fermentasi yang dibantu oleh bakteri. Toksin dari gamal akan hilang dalam proses ruminasi karena terdapat protein pengikat toksin tanaman dalam saliva hewan ruminansia, sehingga tidak berefek apapun bagi ternak.

Bagaimana efeknya bila ditelan manusia? seperti beberapa biotoksin yang dihasilkan tumbuhan, toksin gamal akan menyebabkan beberapa gangguan pada metabolisme tubuh. Dalam dosis ringan, biotoksin dalam gamal akan menyembabkan gangguan pencernaan seperti diare, bahkan konstipasi (terjadi bila dimakan babi atau kuda), pusing, mual, nyeri sendi, ruam kulit, dan meningkatkan beban fungsi liver.

Detoksifikasi vs Efek Samping
Beberapa klaim salah kaprah sering muncul dalam istilah detoks atau detoksifikasi. detoks sendiri adalah proses mengeluarkan racun dalam tubuh. Tubuh lengkap dengan organ-organ sebetulnya sudah diciptakan dengan sempurna oleh Tuhan termasuk dalam pembuangan racun, racun yang masuk ke tubuh dari makanan atau polusi akan dikeluarkan melalui proses fisiologis tubuh melalui organ liver, ginjal, dan gastrointestinal. zat-zat racun dikeluarkan melalui urine, feses, dan keringat setiap hari. Proses detoks adalah proses alami sehari-hari dan tidak menimbulkan efek kesakitan apapun.
Bila anda merasakan keluhan-keluhan setelah menelan sesuatu (misalnya menjadi pusing, diare, bisulan, mual, nyari sendi, ruam kulit, gatal-gatal dll) bertindaklah karena itu bukan detoksifikasi, malah mungkin justu toksikasi (masuknya toksin dalam tubuh, sehingga tubuh memberi sinyal dengan rasa sakit). Seperti halnya demam atau nyeri otot akibat infeksi virus, tubuh berusaha "mengusir" virus tersebut dengan menaikan suhu tubuh atau mengontraksikan otot), seperti halnya anda menelan ARV (antiretorviral) yang menjadi pusing, mual, atau ruam kulit, itu adalah efek samping dari toksisitas racun dalam tubuh, bukan detoksifikasi.
Bila rasa sakit disebut detoks? bagaimana membedakan rasa sakit akibat efek samping?

Memilih Herbal
Meski terdengar baik, mengonsumsi tumbuhan tanpa meneliti ilmunya justru akan mencelakakan. Lidah buaya memang baik, tapi beranikah anda menggerogotinya mentah-mentah? tentu tidak karena lendir aloe vera adalah bitoksin, harus melalui proses pembuangan toksin sebelum bisa dikonsumsi.

Sebetulnya, pilihan herbal aman dan bermanfaat banyak tersebat di muka bumi. Zat antioksidan tidak hanya dimiliki kulit manggis (siapkah menggerogoti kulit manggis hanya untuk mengambil manfaat antioksidan?) anda bisa gunakan teh hijau, bunga krisan, bawang putih, dll. 

Selalu bangkit dan cerdas bersama MAHA STAR,
Gue Enggak Kudet.

Sumber:

Minggu, 03 September 2017

Efek Psikosomatis adalah Pembunuh Tervonis HIV

Psikosomatis terdiri dari dua kata, pikiran (psyche) dan tubuh (soma). Gangguan psikosomatis adalah penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh, di mana pikiran memengaruhi tubuh hingga penyakit muncul atau diperparah. Dengan kata lain, istilah gangguan psikosomatis digunakan untuk menyatakan penyakit fisik yang diduga disebabkan atau diperparah oleh faktor mental, seperti stres dan rasa cemas.

Seperti diketahui, pikiran dapat menyebabkan munculnya gejala fisik. Contohnya, ketika merasa takut atau cemas bisa muncul tanda-tanda seperti denyut jantung menjadi cepat, jantung berdebar-debar (palpitasi), mual atau ingin muntah, gemetaran (tremor), berkeringat, mulut kering, sakit dada, sakit kepala, sakit perut, napas menjadi cepat, nyeri otot, atau nyeri punggung. Gejala fisik tersebut disebabkan oleh meningkatnya aktivitas impuls saraf dari otak ke berbagai bagian tubuh. Selain itu, pelepasan adrenalin (epinefrin) ke dalam aliran darah juga bisa menyebabkan gejala fisik di atas.

Pada penderita gangguan psikosomatis, setiap penyakit fisik pasti ada pengaruh dari sisi mental. Ini karena cara orang bereaksi dan mengatasi suatu penyakit sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa orang mungkin tidak merasa terganggu ketika mengalami ruam psoriasis (kondisi kulit kronis yang menyebabkan sel-sel kulit tumbuh terlalu cepat). Namun penyakit ini bisa membuat beberapa orang lain merasa tertekan dan penyakitnya pun terasa lebih sakit.

Penyakit mental bisa jadi juga akan berpengaruh pada fisik seseorang. Ketika menderita penyakit mental, Anda mungkin jadi tidak bernafsu makan, malas beraktivitas, atau enggan mengurus diri sendiri. Akibatnya, masalah atau penyakit fisik pun jadi bermunculan.

Beberapa penyakit fisik (seperti eksim, hipertensi atau tekanan darah tinggi, radang perut, penyakit jantung, psoriasis, sakit pinggang bagian bawah) dianggap sangat rentan ditimbulkan atau diperparah oleh faktor mental seperti stres dan rasa cemas. 

Stress dan Depresi pada Tervonis HIV
Orang-orang yang baru tervonis HIV biasanya mulai merasakan penyakit-penyakit dadakan yang sebelumnya tidak pernah atau jarang terasa. Beberapa mengeluh diare pada minggu ke dua setelah ia divonis mengidap HIV.
Banyak jurnal penelitian menyebutkan bahwa efek-efek tersebut adalah akibat dari gangguan psikosomatis yang mengganggu proses metabolisme dan fisiologi tubuh, bahkan tidak jarang gangguan psikosomatis akibat stress berlebih, rasa cemas, khawatir, depresi, dan trauma menurunkan imunitas tubuh dan menekan nafsu makan sehingga tubuh tanpa pertahanan nutrisi tersebut mudah terserang berbagai penyakit.
Bila ingin mengecek efek dari gangguan psikosomatis pada kesehatan, anda bisa lakukan pada orang sehat, anggaplah ada seorang istri yang suaminya meninggal karena sakit, lalu kabarkan pada istrinya bahwa suami ibu tersebut meninggal karena AIDS, dan ibu tesebut kemungkinan juga mengidap HIV, dengan memberikan keyakinan pada si ibu bahwa dirinya memang mengidap HIV (tes darah, tes VCT, tes ini itu) padahal sebetulnya ibu itu sehat, maka dalam hitungan hari tubuh si ibu akan lemah, dan terserang banyak penyakit. Jadi yang membuat sakit bukan HIV (yang sebetulnya tidak terbukti), namun karena stress dan depresi yang menimbulkan gangguan psikosomatis, menekan asupan nutrisi, mengganggu metabolisme dan fisiologi, dan juga menurunkan imunitas.

Pengaruh Psikosomatis terhadap Angka CD4 dan Viral Load
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa gangguan psikosomatis dapat menganggu proses fisiologis dan penurunan imunitas. dalam jurnal Psychosomatic Medicine menyatakan bahwa ganggungan-gangguan psikosomatis seperti stress, depresi, dan trauma menyebabkan penurunan drastis pada angka CD4 dan peningkatan pada jumlah viral load. Bahkan beberapa studi menyatakan bahwa efek psikosomatis dapat menyebabkan AIDS non HIV, artinya muncul kondisi AIDS (imun yang drop dengan berbagai penyakit infeksi) padahal pengecekan anti-HIV nya non-reaktif.

Stigma dan Diskriminasi adalah Pembunuh Utama
Selain faktor internal psikologis seseorang, faktor eksternal pun dapat menyebabkan gangguan psikosomatis. Yaitu stigma dan diskriminasi yang melekat pada orang tervonis HIV.
Andai misalkan orang-orang tervonis HIV bisa menjaga nutrisi, mengelola stress dan menjaga lifestyle positif namun bila didera oleh stigma dalam lingkungan, maka akan berpengaruh pada kesehatannya.
Stigma paling lumrah yang masih melekat di masyatakat adalah pelabelan. Melabeli bahwa orang-orang yang tervonis HIV adalah orang bejat dan tidak memiliki kualitas apapun, stigma dalam tempat kerja misalnya bahwa karyawan yang divonis HIV akan turun produktivitas kerjanya dan akan memberikan dampak buruk bagi karyawan lain, stigma dalam kluarga misalnya mencap anggota keluarga tervonis sebagai aib keluarga yang harus disembunyikan. Stigma, pelabelan, pengecapan seperti itu akan menimbulkan efek psikologis, tekakan, depresi sehingga menimbukan gangguan psikosomatis yang memperparah kesehatan.
Diskriminasi biasanya adalah efek dari stigma, diskriminasi pada orang tervonis HIV pun masih sangat kental dalam masyarakat, misalnya perlakuan diskriminatif di rumah sakit (menuliskan HIV pada tempat tidur, menempatkan pada kamar isolasi, dll), di tempat kerja (menjauhkan meja kerja dari karyawan lain, memotong upah kerja dengan alasan ini itu), di rumah (memisahkan dan mengkhususkan alat makan, alat mandi, dan pencucian pakaian) juga akan memperburuk kualitas kesehatan tervonis akibat gangguan psikosomatis.

ARV Memperparah Efek Psikosomatis
ARV terutama golongan NNRTI seperti efavirenz dan nevirapine terbukti secara klinis menyebabkan efek samping psikologis seperti depresi, tekanan stress (mimpi buruk setiap malam dan halusinasi yang menimbulkan traumatis), hingga bipolar (dengan kecendrungan bunuh diri) dan bahkan mengakibatkan neuropati dan kerusakan sistem syaraf pusat (CNS - central nervous system).
Efek samping lain dari ARV secara umum seperti munculnya payudara pada pria, kehilangan lemak pada pipi, kulit yang menghitam bahkan melepuh justru meningkatkan resiko stigma dalam masyarakat. Pelabelan bahwa tervonis HIV merusak bentuk dan penampilan menjadi aneh sehingga mengakibatkan pengasingan dan menurunkan kepercayaan diri, depresi, stress dan gangguan psikosomatis.

Kesimpulan
Melihat Kecendrungan-kecendrungan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembunuh para tervonis HIV adalah efek psikosomatis (stress, depresi, trauma) yang mengakibatkan gangguan metabolisme, fisiologis, bahkan penurunan imunitas, dan diperparah dengan efek samping ARV juga stigma dan diskriminasi di masyarakat.
Maka dari itu, MAHA STAR akan terus berjuang meningkatkan kualitas tervonis HIV dengan meruntuhkan stigma, diskriminasi, menolak ARV sehingga dapat meminimalisir gangguan psikosomatis.


Gue enggak kudet
bangkit bersama MAHA STAR!

Sumber:
Disarikan dari web Alodokter: Gangguan Psikosomatis, Ketika Pikiran Menyebabkan Penyakit Fisik
Journal Psychosomatic Medicine: Role of Depression, Stress, and Trauma in HIV Disease Progression
Journal Immunology Oxford: Non-HIV AIDS: nature and strategies for its management
Journal Annals of Internal Medicine: Impact of Efavirenz on Neuropsychological Performance and
Symptoms in HIV-Infected Individuals
Journal Neurology Informa: Neuropsychiatric side effects of efavirenz therapy
Journal AIDS: Depressive Symptoms Predict Increased Incidence of Neuropsychiatric Side Effects in Patients Treated With Efavirenz