VCT atau Voluntary Consulting and Testing adalah suatu cara yang selama ini dipakai dalam pemeriksaan antibodi untuk infeksi HIV. Dari namanya, terlihat aman dan baik ya?
namun pada kenyataan realnya, banyak kelemahan-kelamahan dalam VCT ini.
Selain VCT ini ternyata tidak ada standar baku di seluruh dunia dan hasilnya tidak valid (bisa menghasilkan positif/negatif palsu & intermediete/tidak jelas) [baca: VCT Ternyata Tidak Terstandar dan Tidak Valid], pelaksanaan VCT juga ternyata tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah, yaitu soal consent dan confidential. Bahkan, pelaksanaan tes HIV ini dalam kondisi tertentu menjadi kewajiban dan persyaratan bagi sebagian orang. Hal itu tidak bs dibenarkan karena hingga saat ini, HV masih mengundang stigma dan diskrimnasi bagi orang-orang yang distampel ODHA.
Banyak sahabat MAHA STAR yang bertanya apakah mereka akan mengalami tes HIV tanpa pemberitahuan? atau apakah mereka akan diwajibkan tes HIV sebagai suatu syarat?
disini MAHA STAR akan coba untuk mengupasnya.
VCT Tanpa Consent (Persetujuan)
Banyak curhatan sahabat-sahabat MS di grup bahwa mereka diam-diam diambil darahnya ketika di opname di RS, di periksa antibodi HIVnya, dan dibocorkan pada orang tua atau pun wali yang menjaga di RS. Atau bahkan, dipaksa setuju untuk melakukan tes HIV dan minum ARV, atau diancam tidak akan mendapatkan layanan kesehatan. Hal ini tidak dibenarkan bahkan melanggar peraturan menteri.
Dalam peraturan menteri kesehatan no. 74 tahun 2014 jelas disebutkan bahwa pelaksanaan tes HIV harus mendapat persetujuan dari individu yang bersangkutan, kecuali bagi anak dan remaja di bawah 18 tahun, informed-consent diberikan oleh orang tua atau walinya, namun mereka tetap berhak untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan kemampuan umurnya.
Bahkan bagi pasien dalam kondisi kritis (adanya penurunan kesadaran) pun, tidak dibenarkan dilakukan tes HIV tanpa persetujuan yang bersangkutan. Pemberian informed consent sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
Untuk pasien TB, dalam peraturan tersebut tertulis: "kepadapasien TB diberikan informasi HIV dan jika pasien setuju untuk dilakukan tes HIV selanjutnya akan dilakukan tes, namun bilamana pasien TB menolak untuk dilakukan tes HIV, maka pasien TB harus menandatangani surat penolakan tes HIV, selanjutnya petugas TB merujuk ke konselor untuk dilakukan konseling dan tes HIV."
Peraturan menteri kesehatan no. 74 tahun 2014 lengkapnya bisa di download disini.
Lalu apa yang harus dilakukan bila anda diopname dengan penyakit infeksi (typus, hepatitis, TB)?
Bila anda tidak mau darah anda dites HIVnya, maka ketika perawat akan mengambil darah anda pastikan apa saja yang akan dicek di lab. Bila perlu, minta lah surat persetujuan pengambilan darah dan jenis pemeriksaan lab yang akan dilakukan, baca baik-baik klausulnya, anda berhak untuk tidak menandatangani surat tersebut bila hal-hal di dalamnya kurang jelas.
Bila anda tidak sadarkan diri, sebetulnya anda tetap berhak penuh untuk memberikan consent, bila petugas medis terlanjur mengambil darah anda, melakukan pemeriksaan lab, anda tetap perlu bertanya, tes apa yang dilakukan terhadap darah anda. anda berhak marah atas kelancangan petugas medis yang diam-diam mengambil darah anda, meski dengan alasan persetujuan orang tua, karena ingatlah, meskipun dalam kondisi tidak sadar, anda berhak memberi consent sebelum dilakukan penangan medis, lagipula, petugas medis tidak bisa memberikan alasan urgent, karena tes HIV bukan kondisi emergency seperti kecelakaan atau gagal jantung. yang perlu ditangani adalah infeksinya (TB, hepatitis, typus), bukan HIVnya. Petugas medis tetap bisa menangani penyakit infeksi tanpa harus tau status HIV anda.
Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran, sebagai dasar hukum lengkapnya bisa di download disini
VCT Wajib atau Sebagai Persyaratan
Selain VCT tanpa persetujuan, ada juga sahabat yang bertanya apakah pengecekan HIV ini boleh atau bisa dilakukan untuk memenuhi suatu persyaratan?
Secara etis, tidak boleh memasukan tes HIV sebagai kewajiban atau persyaratan tertentu, namun kenyataanya masih banyak yang mewajibkan tes HIV dan mensyaratkan untuk tujuan tertentu.
VCT wajib biasanya disyaratkan untuk:
- Tes di lingkungan TNI dan POLRI, bahkan PNS di beberapa instansi (seperti kemenkumham) dan BUMN tertentu. biasanya sebagai rekrutmen, sebelum dan setelah tugas, dan pemeriksaan berkala. TNI, POLRI, atau pegawai yang terdeteksi HIV dinyatakan sebagai unfit/tidak sehat
- Tes di lingkungan LAPAS dan rumah tahanan. meski sifatnya adalah penawaran, namun untuk tahanan yang memiliki resiko tinggi akan diwajibkan untuk menajalani tes
- Tes bagi calon TKI (Tenaga Kerja Indonesia), ini diwajibkan oleh negara sebelum berangkat, calon TKI yang terdeteksi HIV dinyatakan sebagai unfit/tidak sehat
- Persyaratan beasiswa, meski tidak etis dan tidak sesuai dengan hak asasi manusia, banyak penyedia beasiswa mensyaratkan calon penerimanya untuk bebas HIV, diantaranya beasiswa erasmus mundus dari europe union, dan juga LPDP [baca: LPDP Diskriminasi pada ODHA]. padahal, tidak ada hubungannya antara HIV dan intelegensi seseorang, dengan nutrsi dan pola hidup yang baik pun, tervonis HIV bisa hidup sehat dan bugar tanpa kendala.
- Persyaratan visa negara tertentu. Beberapa negara mensyaratkan bebas HIV bagi pelamar visa yang ingin masuk ke negaranya. beberapa hanya mensyaratkan bagi pelamar permanent visa, atau resident visa (tinggal lebih dari 3 bulan), namun ada pula yang mensyaratkan untuk visa kunjugan turis. negara-negara yang mensyaratkan HIV utk resident/student visa diantaranya Australia, Singapore, dll. untuk visa kunjungan/turis,negara yang mensyaratkan tes HIV diantaranya Uni Emirat Arab, Iran, Arab Saudi dan negara-negara di timur tengah. informasi visa ke negara-negara yang mensyaratkan tes HIV bisa dicek di: hivtravel.org
VCT wajib tidak boleh dilakukan untuk:
- Syarat melamar pekerjaan dan syarat kenaikan jabatan
- Syarat menikah (pre-marital) oleh KUA setempat
Apakah medical check up yang rutin dilaksanakan di tempat kerja ada tes HIV? seharusnya tidak ada, kalau pun ada, harus mendapat persetujuan individu, dan hasilnya pun hanya boleh diberikan pada individu tersebut, tidak boleh menjadi alasan untuk naik jabatan, atau memecat karyawan hanya karena status HIVnya
Semua tertuang dalam permenkes No. 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV/AIDS. tidak boleh ada diskriminasi bagi pengidap HIV. lengkapnya bisa di download disini.
Kerahasiaan (Confidentiality) Tervonis HIV
Menurut peraturan menteri kesehatan, data-data dan status dari orang-orang yang divonis HIV adalah rahasia. namun realnya, justru petugas medis dan konselor lah yang sering membongkar dan membocorkan rahasia status HIV pasiennya. mereka berkelit dan beralasan untuk kebaikan pasien. Misalnya mereka dengan lancang membocorkan kepada sesama perawat (dengan alasan tindak preventif), kepada keluarga pasien (dengan alasan agar bisa dipantau kesehatannya), kepada pasangan pasien (dengan alasan agar tidak menulari), kepada atasan tempat pasien bekerja (dengan alasan agar pasien dapat support moral). hal-hal tersebut NYATA terjadi dan dikeluhkan banyak sahabat MAHA STAR.
Bahkan ternyata, data-data anda sebenarnya tidak 100% rahasia!
Ketika VCT, anda diminta untuk menyertakan kartu identitas bukan? Data-data pribadi anda sebenarnya diambil untuk kemudian dijadikan database oleh kementerian kesehatan.
Silakan lihat skema yang diambil dari permenkes no 74 thn 2014 ini:
Semua data2 identitas, rekam medis anda dimasukan ke aplikasi negara bernama SIHA (Sistem Informasi HIV AIDS), sistem ini memiliki server pusat dan dapat diakses secara online oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Jadi, hasil tes anda akan dibuat laporan oleh para PL atau konselor yang keukeuh meminta-minta pada anda agar anda mau VCT, setor ke KPA untuk kemudian diinput ke SIHA, lalu data status HIV anda masuk ke dinas kesehatan tingkat provinsi, kota hingga kabupaten. anda mungkin bisa kapan saja dihubungi (bahkan didatangi) oleh KPA, konselor, dll. Parahnya, tidak akan ada lagi kesempatan anda mencoba validitas VCT karena data anda sudah masuk sistem online. jadi bila anda sudah tes di jakarta, iseng tes di balikpapan, kemungkinan besar hasil tes anda akan tetap reaktif.
Jadi, benarkah VCT menjamin kerahasiaan data anda? tentu tidak!
Jadi, inilah kenapa MAHA STAR mengkritisi sistem VCT di negeri ini, dan sangat tidak merekomendasi anda utk VCT. Selalu kritislah terhadap semua kebijakan terutama terkait HIV/AIDS.
Bangkit bersama MAHA STAR!
A.S.
Sy udah 3tahun sembuh, tapi ketika dokter mata suruh minum methil prednisolon 1tablet 2x mulut jadi terasa kering berjamur batuk berdahak flu..ditambah sama dokter bpjs dikasih antibiotik 20tablet..skr tiap tdr mulut terasa kering..bab cair belum sembuh..pengobatannya apa..sedangkn kk sy maksa harus pakai arv..karena bilang ke dokter sy waktu th 2017 divonis hiv karena tb kelenjar
BalasHapus