Akhir Drama Penemuan HIV
Persaingan Luc Montagnier dan Robert Gallo, dua penemu human immunodeficiency virus, virus penyebab AIDS atau acquired immune deficiency syndrome, berakhir sudah. Montagnier memperoleh Hadiah Nobel Kedokteran 2008 bersama asistennya, Francoise Barre-Sinoussi, sementara Gallo harus gigit jari. Mengapa begitu?
Dewan juri Hadiah Nobel Kedokteran di Stockholm, Swedia, sama sekali tidak menyebut nama Gallo dalam penjelasan mereka. Padahal, tanpa peran Gallo dalam menemukan interleukin-2 tahun 1975 dan teknik membiakkan kultur retrovirus manusia, Montagnier dan timnya di Institut Pasteur Paris tak akan berhasil menumbuhkan biakan HIV.
Ironisnya, Barre-Sinnousi justru pernah magang di laboratorium National Institute of Health (NIH) di Bethesda, Maryland, Amerika Serikat (AS), yang dipimpin Gallo. Tragisnya lagi bagi Gallo dan para ilmuwan AS, kasus-kasus pertama AIDS–yang waktu itu belum diberi nama AIDS, melainkan gay syndrome karena dilaporkan menjangkiti komunitas pria homoseksual–jutru ditemukan tahun 1981 di New York dan California.
Keputusan dewan juri Hadiah Nobel Kedokteran tahun ini memang agak aneh karena separuh hadiahnya diberikan kepada Harald zur Hausen yang meneliti HPV atau human papilloma virus, salah satu penyebab utama kanker leher rahim. Sementara Montagnier dan Barre-Sinoussi memperoleh separuh sisanya sehingga harus dibagi di antara mereka berdua. Dari besaran masalah yang ditimbulkannya, jelas HIV jauh lebih besar ketimbang HPV. HIV juga lebih serius dibanding bakteri Helicobacter pylori, penyebab tukak lambung dan tahun 1994 diakui WHO dapat menyebabkan kanker–yang tahun 2005 mengantar Barry J Marshall dan Robin Warren memperoleh Nobel Kedokteran.
Seharusnya Panitia Nobel Kedokteran memberikan penghargaan lebih awal dan secara utuh (tidak dibagi separuh kepada temuan virus lain) kepada Montagnier dan dua asistennya. Selain Barre-Sinoussi, sebenarnya peran Jean-Claude Chermann juga amat menentukan dalam penemuan lymphadenopathy-associated virus (LAV), nama awal HIV versi Montagnier. Dinamakan LAV karena virus itu dibiakkan dan diambil pada tanggal 3 Januari 1983 dari cairan kelenjar getah bening (limfa) yang membenjol di leher seorang perancang busana Paris bernama Frederic Brugiere. Pria homoseksual berusia 33 tahun ini mengaku melakukan hubungan seks sejenis dengan 50 orang pria dalam setahun, dan tahun 1979 ia berfoya-foya di kota New York.
Kependekan nama Brugiere, BRU, menjadi begitu terkenal dalam silang sengketa antara Montagnier versus Gallo karena sampel virus berkode BRU pernah dikirim oleh Institut Pasteur Paris ke laboratorium Gallo, dan ternyata oleh Gallo virus itu kemudian dibiakkannya dan tanggal 24 April 1984 diklaim sebagai virus penyebab AIDS temuannya. Waktu itu Gallo masih menamakannya HTLV (Human T Lymphotropic Virus) III karena menganggapnya masih serumpun dengan HTLV I dan II, dua tipe retrovirus penyebab leukemia yang ditemukannya menyusul kematian adik perempuannya akibat leukemia. Berkat publisitas yang gencar, masyarakat AS dan dunia waktu itu percaya bahwa penemu virus penyebab AIDS adalah Gallo dan timnya.
Sudah diramalkan
Dalam tulisan “Dua Kemenangan Montagnier” (Kompas, 5/1/1993) sudah diungkapkan betapa pada Mei 1983 Montagnier dan timnya sudah mempublikasikan bahwa mereka berhasil mengisolasi LAV yang diduga menjadi penyebab AIDS di jurnal Science. “Tentu saja terjadilah pertarungan gengsi untuk memperoleh pengakuan dunia, siapa yang pertama kali menemukan virus penyebab AIDS. Karena bukan mustahil sang penemu nantinya akan memperoleh Hadiah Nobel bidang Kedokteran.” Ramalan Kompas bahwa Montagnier dan timnya amat pantas memperoleh Nobel Kedokteran, sementara peluang Gallo justru sudah pupus (Kompas, 21/11/1993) terbukti benar!
Setelah tujuh tahun terjadi “duel transatlantik” (istilah majalah Time 20/5/1991), akhirnya memang Montagnier-lah yang dikukuhkan sebagai penemu HIV. Pengakuan itu justru diberikan oleh NIH, tempat Gallo bekerja. Gallo sendiri malah divonis Badan Integritas Riset (ORI) yang dibentuk Depkes AS melakukan manipulasi ilmiah (scientific misconduct). Namun, dalam pengadilan banding 12 November 1993, Gallo dinyatakan tidak bersalah oleh Panel Banding Integritas Riset (RIAP). Tak urung reputasi keilmuwanan Gallo sudah telanjur hancur.
Yang jelas, sejak awal praduga Gallo tentang HIV itu serumpun dengan HTLV I dan II yang menyebabkan limfosit berkembang liar menjadi leukemia sudah salah karena Montagnier dan timnya justru mengamati bahwa LAV atau HIV justru membunuh sel-sel limfosit yang diinfeksinya. Sel-sel inang itu terlihat “bunuh diri” atau lazim disebut fenomena aptosis.
Pelajaran yang dapat dipetik dari drama penemuan HIV adalah bahwa integritas ilmiah modal utama ilmuwan. Genius saja seperti Gallo ternyata tidak cukup. Namun, betapapun Gallo tetap berjasa, meletakkan anak tangga temuan teknik isolasi dan perbanyakan retrovirus sehingga Montagnier dan timnya dapat menapak anak tangga kemajuan ilmu berikutnya.
0 komentar:
Posting Komentar