Psikosomatis terdiri dari dua kata, pikiran (psyche) dan tubuh (soma). Gangguan psikosomatis adalah penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh, di mana pikiran memengaruhi tubuh hingga penyakit muncul atau diperparah. Dengan kata lain, istilah gangguan psikosomatis digunakan untuk menyatakan penyakit fisik yang diduga disebabkan atau diperparah oleh faktor mental, seperti stres dan rasa cemas.
Seperti diketahui, pikiran dapat menyebabkan munculnya gejala fisik. Contohnya, ketika merasa takut atau cemas bisa muncul tanda-tanda seperti denyut jantung menjadi cepat, jantung berdebar-debar (palpitasi), mual atau ingin muntah, gemetaran (tremor), berkeringat, mulut kering, sakit dada, sakit kepala, sakit perut, napas menjadi cepat, nyeri otot, atau nyeri punggung. Gejala fisik tersebut disebabkan oleh meningkatnya aktivitas impuls saraf dari otak ke berbagai bagian tubuh. Selain itu, pelepasan adrenalin (epinefrin) ke dalam aliran darah juga bisa menyebabkan gejala fisik di atas.
Pada penderita gangguan psikosomatis, setiap penyakit fisik pasti ada pengaruh dari sisi mental. Ini karena cara orang bereaksi dan mengatasi suatu penyakit sangat bervariasi. Sebagai contoh, beberapa orang mungkin tidak merasa terganggu ketika mengalami ruam psoriasis (kondisi kulit kronis yang menyebabkan sel-sel kulit tumbuh terlalu cepat). Namun penyakit ini bisa membuat beberapa orang lain merasa tertekan dan penyakitnya pun terasa lebih sakit.
Penyakit mental bisa jadi juga akan berpengaruh pada fisik seseorang. Ketika menderita penyakit mental, Anda mungkin jadi tidak bernafsu makan, malas beraktivitas, atau enggan mengurus diri sendiri. Akibatnya, masalah atau penyakit fisik pun jadi bermunculan.
Beberapa penyakit fisik (seperti eksim, hipertensi atau tekanan darah tinggi, radang perut, penyakit jantung, psoriasis, sakit pinggang bagian bawah) dianggap sangat rentan ditimbulkan atau diperparah oleh faktor mental seperti stres dan rasa cemas.
Stress dan Depresi pada Tervonis HIV
Orang-orang yang baru tervonis HIV biasanya mulai merasakan penyakit-penyakit dadakan yang sebelumnya tidak pernah atau jarang terasa. Beberapa mengeluh diare pada minggu ke dua setelah ia divonis mengidap HIV.
Banyak jurnal penelitian menyebutkan bahwa efek-efek tersebut adalah akibat dari gangguan psikosomatis yang mengganggu proses metabolisme dan fisiologi tubuh, bahkan tidak jarang gangguan psikosomatis akibat stress berlebih, rasa cemas, khawatir, depresi, dan trauma menurunkan imunitas tubuh dan menekan nafsu makan sehingga tubuh tanpa pertahanan nutrisi tersebut mudah terserang berbagai penyakit.
Bila ingin mengecek efek dari gangguan psikosomatis pada kesehatan, anda bisa lakukan pada orang sehat, anggaplah ada seorang istri yang suaminya meninggal karena sakit, lalu kabarkan pada istrinya bahwa suami ibu tersebut meninggal karena AIDS, dan ibu tesebut kemungkinan juga mengidap HIV, dengan memberikan keyakinan pada si ibu bahwa dirinya memang mengidap HIV (tes darah, tes VCT, tes ini itu) padahal sebetulnya ibu itu sehat, maka dalam hitungan hari tubuh si ibu akan lemah, dan terserang banyak penyakit. Jadi yang membuat sakit bukan HIV (yang sebetulnya tidak terbukti), namun karena stress dan depresi yang menimbulkan gangguan psikosomatis, menekan asupan nutrisi, mengganggu metabolisme dan fisiologi, dan juga menurunkan imunitas.
Pengaruh Psikosomatis terhadap Angka CD4 dan Viral Load
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa gangguan psikosomatis dapat menganggu proses fisiologis dan penurunan imunitas. dalam jurnal Psychosomatic Medicine menyatakan bahwa ganggungan-gangguan psikosomatis seperti stress, depresi, dan trauma menyebabkan penurunan drastis pada angka CD4 dan peningkatan pada jumlah viral load. Bahkan beberapa studi menyatakan bahwa efek psikosomatis dapat menyebabkan AIDS non HIV, artinya muncul kondisi AIDS (imun yang drop dengan berbagai penyakit infeksi) padahal pengecekan anti-HIV nya non-reaktif.
Stigma dan Diskriminasi adalah Pembunuh Utama
Selain faktor internal psikologis seseorang, faktor eksternal pun dapat menyebabkan gangguan psikosomatis. Yaitu stigma dan diskriminasi yang melekat pada orang tervonis HIV.
Andai misalkan orang-orang tervonis HIV bisa menjaga nutrisi, mengelola stress dan menjaga lifestyle positif namun bila didera oleh stigma dalam lingkungan, maka akan berpengaruh pada kesehatannya.
Stigma paling lumrah yang masih melekat di masyatakat adalah pelabelan. Melabeli bahwa orang-orang yang tervonis HIV adalah orang bejat dan tidak memiliki kualitas apapun, stigma dalam tempat kerja misalnya bahwa karyawan yang divonis HIV akan turun produktivitas kerjanya dan akan memberikan dampak buruk bagi karyawan lain, stigma dalam kluarga misalnya mencap anggota keluarga tervonis sebagai aib keluarga yang harus disembunyikan. Stigma, pelabelan, pengecapan seperti itu akan menimbulkan efek psikologis, tekakan, depresi sehingga menimbukan gangguan psikosomatis yang memperparah kesehatan.
Diskriminasi biasanya adalah efek dari stigma, diskriminasi pada orang tervonis HIV pun masih sangat kental dalam masyarakat, misalnya perlakuan diskriminatif di rumah sakit (menuliskan HIV pada tempat tidur, menempatkan pada kamar isolasi, dll), di tempat kerja (menjauhkan meja kerja dari karyawan lain, memotong upah kerja dengan alasan ini itu), di rumah (memisahkan dan mengkhususkan alat makan, alat mandi, dan pencucian pakaian) juga akan memperburuk kualitas kesehatan tervonis akibat gangguan psikosomatis.
ARV Memperparah Efek Psikosomatis
ARV terutama golongan NNRTI seperti efavirenz dan nevirapine terbukti secara klinis menyebabkan efek samping psikologis seperti depresi, tekanan stress (mimpi buruk setiap malam dan halusinasi yang menimbulkan traumatis), hingga bipolar (dengan kecendrungan bunuh diri) dan bahkan mengakibatkan neuropati dan kerusakan sistem syaraf pusat (CNS - central nervous system).
Efek samping lain dari ARV secara umum seperti munculnya payudara pada pria, kehilangan lemak pada pipi, kulit yang menghitam bahkan melepuh justru meningkatkan resiko stigma dalam masyarakat. Pelabelan bahwa tervonis HIV merusak bentuk dan penampilan menjadi aneh sehingga mengakibatkan pengasingan dan menurunkan kepercayaan diri, depresi, stress dan gangguan psikosomatis.
Kesimpulan
Melihat Kecendrungan-kecendrungan diatas, dapat disimpulkan bahwa pembunuh para tervonis HIV adalah efek psikosomatis (stress, depresi, trauma) yang mengakibatkan gangguan metabolisme, fisiologis, bahkan penurunan imunitas, dan diperparah dengan efek samping ARV juga stigma dan diskriminasi di masyarakat.
Maka dari itu, MAHA STAR akan terus berjuang meningkatkan kualitas tervonis HIV dengan meruntuhkan stigma, diskriminasi, menolak ARV sehingga dapat meminimalisir gangguan psikosomatis.
Gue enggak kudet
bangkit bersama MAHA STAR!
Sumber:
Disarikan dari web Alodokter: Gangguan Psikosomatis, Ketika Pikiran Menyebabkan Penyakit Fisik
Journal Psychosomatic Medicine: Role of Depression, Stress, and Trauma in HIV Disease Progression
Journal Immunology Oxford: Non-HIV AIDS: nature and strategies for its management
Journal Annals of Internal Medicine: Impact of Efavirenz on Neuropsychological Performance and
Symptoms in HIV-Infected Individuals
Journal Neurology Informa: Neuropsychiatric side effects of efavirenz therapy
Journal AIDS: Depressive Symptoms Predict Increased Incidence of Neuropsychiatric Side Effects in Patients Treated With Efavirenz
0 komentar:
Posting Komentar